Dalam rangka menyambut Hari Bhayangkara ke-73, Lokataru Foundation melakukan pengamatan dan pendalaman terhadap peristiwa yang terekam dalam liputan media atau laporan lembaga-lembaga non pemerintah terkait kinerja Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) selama lima tahun terakhir. Setelah runtuhnya rezim otoritarianisme 21 tahun lalu, tuntunan reformasi bukan hanya sekadar pada sektor pemerintahan semata, melainkan meliputi sektor keamanan juga, yaitu salah satunya adalah Reformasi Polri.
Sejatinya polisi dan masyarakat merupakan dua entitas yang tidak dapat terpisah. Kehadiran polisi diartikan sebagai sebuah instrumen yang diterima oleh masyarakat untuk menjamin ketertiban, keamanan, dan kententraman masyarakat. Kepentingan ini harus dipahami sebagai mandat, bukan kewenangan yang berpotensi menjadi ancaman bagi masyarakat dimana letak polisi didalam sebuah negara demokratis adalah institusi yang didirikan oleh sipil sebagai pelayan serta proteksi kepada sipil. Oleh karenanya menjadi suatu pertanyaan serius ketika polisi berubah arah menjadi instrumen “penggebuk masyarakat”.
Apa yang disajikan dalam catatan ini ditujukan untuk mendorong ‘kembalinya’ proses reformasi Polri pada arah dan tujuan yang dicita-citakan dalam proses transisi menuju demokrasi, yaitu terciptanya institusi kepolisian yang profesional dan akuntabel dalam berbagai aspek yang sejalan dengan prinsip Negara demokrasi; juga yang berubah dari aparat militeristik (sebelumnya menjadi bagian dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, ABRI) menjadi berwatak sipil sebagaimana lazimnya lembaga kepolisian di Negara-negara demokratis yang melayani, mengayomi, dan menciptakan kenyamanan dan keamanan dalam masyarakat.
Pengamantan Lokataru Foundation menangkap tiga isu yang menjadi refleksi kritis terhadap Polri, yaitu, penanganan kasus-kasus pelanggaran hukum; penetapan kebijakan yang berpotensi mengancam kebebasan sipil; dan keterlibatan Polri dalam aksi kekerasan terhadap warga masyarakat.
Berdasarkan pengamatan sesuai dengan isu diatas, kami menemukan:
1. Belum terdapat akuntabilitas penegakan hukum dan terindikasi adanya pelanggaran hak asasi manusia sepanjang lima tahun terakhir oleh aparat kepolisian;
2. Terjadi ancaman kebebasan sipil serta berpotensi semakin mempersempit ruang kebebasan sipil.
Oleh karena hal diatas kami mendesak pihak Polri untuk menjalankan peran dan fungsinya sebagaimana seharusnya sesuai dengan aturan hukum yang jelas. Lembaga oversight kepolisian, yaitu, Komnas HAM, Ombudsman, Kompolnas, dan Komisi III dari DPR RI untuk segera mengevaluasi kinerja aparat kepolisian demi terwujudnya pemolisian demokratis (democratic policing).