Senin, 19 Agustus 2019, 43 mahasiswa Papua yang berada di asrama mahasiswa Papua, Surabaya telah mendapat perlakuan yang tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Lokataru Foundation mengecam tindakan sewenang-wenang aparat Kepolisian yang telah melakukan penangkapan, penahanan, dan penggerebekan terhadap mahasiswa Papua yang berada di asrama tanpa prosedur hukum yang sesuai dengan hukum yang berlaku serta nihil nilai-nilai Hak Asasi Manusia. Aksi barbar tersebut tak lepas dari perlakuan rasisme, pengerusakan, dan pelemparan batu oleh oknum anggota TNI dan Ormas reaksioner.

Tindakan kekerasan dan perlakuan rasisme terhadap mahasiswa Papua tersebut diduga karena pengerusakan bendera merah putih di depan Asrama Papua oleh pihak mahasiswa Papua, informasi tersebut tersebar melalui grup WhatsApp “Aliansi Pecinta NKRI” sehingga para Ormas bergerak mengepung Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya. Para mahasiswa diduga telah melanggar UU 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.

Aksi pengepungan dari aparat Kepolisian dan Ormas reaksioner tersebut bermula pada tanggal 16 Agustus 2019, dimana terdapat oknum anggota TNI yang mendatangi asrama mahasiswa Papua beserta Satpol PP yang menendang pagar asrama dan meneriaki mereka dengan sebutan rasis “Monyet, Babi, Binatang, Babi, Anjing”, hal tersebut juga diikuti oleh Ormas reaksioner sembari melakukan pelemparan batu ke Asrama Mahasiswa Papua.

Para mahasiswa Papua terjebak di dalam asrama sejak tanggal 16 Agustus 2019 hingga keesokan harinya aparat melakukan penggerebekan dengan tembakan gas air mata ke dalam asrama dan membawa mereka ke Polrestabes Surabaya. Akibat kejadian ini, setidaknya ditemukan empat mahasiswa mengalami luka; kaki kiri berdarah akibat bekas tembakan gas air mata, tangan terkilir, dan luka di atas pelipis mata. Adapun dua  teman dari mahasiswa yang ingin membantu pada malam 16 Agustus 2019 turut ditangkap setelah memberikan makanan ke dalam asrama karena mahasiswa Papua yang dikepung tidak bisa keluar. Dua orang teman tersebut diseret dan dimasukan ke dalam mobil polisi setelah membantu teman-teman di dalam Asrama.

Tindakan kekerasan dan intimidasi aparat kepolisian terhadap mahasiswa Papua juga terjadi di daerah Malang, Ambon, dan Ternate pada saat mereka menggelar aksi demonstrasi damai “Menolak New York Agreement”. Mereka diamankan oleh aparat kepolisian dengan alasan keamanan. Setidaknya terdapat 213 orang yang terdiri dari mahasiswa Papua dan kelompok solidaritas ditangkap.

Tindakan represif aparat terhadap mahasiswa Papua tersebut telah mencederai amanat UUD NRI Pasal 28 D tentang jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum, Pasal 28 E ayat (2) dan (3) tentang setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya serta setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.  Tindakan perlakuan rasisme terhadap mahasiswa Papua juga telah mengkhianati UU No 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, di sini menunjukan tidak adanya tanggungjawab negara untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia. Menurut kami, penggunaan gas air mata kepada mahasiswa yang berada di asrama juga sangat berlebihan dikarenakan tindakan tersebut tidak perlu dilakukan apabila kita melihat kondisi mahasiswa yang juga tidak mengancam pihak manapun. Hal ini juga telah melanggar Perkap No 01 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

Berdasarkan kejadian tersebut, maka Lokataru Foundation mendesak:

  1. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) untuk melakukan penyelidikan terhadap aksi kekerasan aparat dan tindakan rasisme oleh Ormas reaksioner dalam penggerebakan, penangkapan, dan penahanan sejumlah mahasiswa Papua di Asrama Papua, Surabaya.
  2. Aparat Kepolisian dalam menjalankan tugasnya wajib mematuhi peraturan perundang-undangan dan berorientasi pada Hak Asasi Manusia serta mengedepankan asas praduga tak bersalah.
  3. Agar pihak kepolisian melakukan proses hukum terhadap oknum TNI, aparat kepolisian, dan Ormas reaksioner yang telah melakukan tindakan perusakan dan rasisme terhadap mahasiswa Papua.
  4. Kepada masyarakat agar tidak terprovokasi terhadap informasi yang belum dapat dipastikan kebenarannya, menjunjung tinggi hukum, tidak main hakim sendiri, serta menghentikan perlakuan rasisme terhadap masyarakat Papua.

CP:
Muhammad Elfiansyah Alaydrus
Researcher Assistant Lokataru Foundation (081385412441)
Yerangga – Perwakilan Masyarakat Papua (081344281800)