Lokataru Foundation meminta agar Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Makassar menjaga marwah kedaulatan rakyat di Makassar terkait dengan proses Pemilihan Umum kota Makassar. Lokataru Foundation menyambut baik hasil proses pemilihan walikota terutama dengan kemenangan Kotak Kosong. Meskipun hasil resmi dan final baru akan didapati pada tanggal 6 Juli 2018, berdasarkan perhitungan cepat, kami memandang bahwa kemenangan kotak kosong
adalah wujud keinginan perubahan masyarakat Makassar dari dominasi oligarki yang direpresentasikan oleh kandidat tunggal Munafri Arifuddin, SH dan drg. A. Rachmatika Dewi. Kondisi ini sekaligus bukti nyata koreksi atas kegagalan partai politik menyerap aspirasi rakyat.

Haris Azhar, Direktur Eksekutif Lokataru Foundation, mengingatkan bahwa “Pilkada yang memunculkan pertarungan dengan calon tunggal versus Kotak Kosong, kerap disebabkan oleh, diantaranya, pertama, karena adanya dominasi dari salah satu calon dari seluruh atau mayoritas partai politik di tempat tersebut. Kedua, karena adanya represi terhadap calon lain yang memiliki bakat dan modal dukungan yang kuat dari masyarakat. Ciri-ciri ini bisa dilihat dari pengalaman Lokataru ketika mendampingi masyarakat yang mengusung Kotak Kosong di Kabupaten Pati, Jawa Tengah pada Pilkada 2017. Dari pilkada Pati, ciri-ciri sebagaimana digambarkan diatas terjadi. Berbagai partai politik kontan mendukung calon Bupati incubent Hariyanto. Dukungan terhadap Hariyanto datang secara politis dari Gubernur yang satu partai, hingga dukungan elektoral dari berbagai partai politik. Tak kurang aparat pemerintahan daerah dimobilisasi hingga Kepolisian turut serta dalam melarang masyarakat yang mengusung Kotak Kosong. Saat pencoblosan pun Satgas Pilkada setempat, di Kabupaten Pati dan Propinsi Jawa Tengah, yang terdiri dari KPUD dan Bawasda, sangat jelas dan terang-terangan menolak laporan pengaduan masyarakat atas pelanggaran yang dilakukan oleh tim sukses Hariyanto”.

Iwan Nurdin, Pendiri Lokataru Foundation, menyatakan bahwa Situasi serupa di Pati, mirip dengan yang terjadi di Makassar dalam Pilkada minggu lalu, bahkan jauh sejak masa pendaftaran. Calon lain Dani Pomanto dan Indira Mulyasari Paramastuti adalah korban dari represi elektoral yang gencar dilakukan secara kolaboratif antara (tim pendukung) calon tunggal Munafri Arifuddin, SH dan drg. A. Rachmatika Dewi, sejumlah pejabat dan institusi serta partai-partai pendukungnya untuk yang memenangkan gugatan terhadap Dani Pomanto, Walikota Makassar, calon Independen. Bahkan represi tersebut datang dari pihak Kepolisian terhadap Dani Pomanto dan jajarannya”.

Konsekwensi yang berujung pada munculnya Kotak Kosong pun masih mendorong ketakutan calon tunggal Munafri dan Rachmatika, terbukti masih terdapatnya berbagai dugaan kecurangan, kekerasan dan keberpihak Polisi dari Mabes Polri. Tidak tanggung-tanggung, Mabes Polri hingga mengeluarkan Surat Perintah (Nomor. SPRIN/1503/VI/PAM.2.4./2018, tertanggal 11 Juni 2018) yang ditanda tangani oleh Waka Polri, menunjuk 5 Perwira Tinggi
untuk, diantaranya, melakukan “langkah-langkah khusus..” terkait dengan Pilkada Makassar. Lebih jauh dalam pemantauan kami, Kami mencatat, terjadi berbagai keanehan, Pernyataan yang dikeluarkan oleh Wakapolri Komjen. Syafruddin mengenai kemenangan kotak kosong serta pernyataan Wakil Presiden mengenai pendapatnya bahwa pasangan calon Munafri Arifuddin, SH dan drg. A. Rachmatika Dewi akan mengalahkan kotak kosong; Rapat Pleno Penghitungan
suara di langsungkan secara tertutup; Perbedaan data C1 yang terdapat di beberapa TPS dengan di laman resmi KPUD Makassar; Ketidaknetralitasan penyelenggara Pemilu; Penghitungan rekapitulasi C1 tidak dilaksanakan di kantor KPU; larangan dan kekerasan terhadap jurnalis yang akan melakukan peliputan atas Pilkada di Makassar. Bahkan sampai tadi malam (2 juli 2018) website KPU Makassar tidak dapat diakses, hal tersebut mempersulit
masyarakat untuk memantau perolehan suara setiap TPS dan jumlah surat suara yang telah masuk. Dari uraian-uraian tersebut, terindikasi kuat bahwa telah terjadi beberapa pelanggaran dalam pelaksanaan pemilihan Walikota Makassar 2018.

Atas situasi diatas kami dari Lokataru Foundation, perlu mengingatkan bahwa partai-partai pendukung calon tunggal harus mawas diri dan melakukan koreksi atas situasi diatas. Politik elektoral yang dilakukan secara buruk dan menghalalkan segala cara adalah buruk dan tidak demokratis. Pihak Bawaslu dan DKPP harus melakukan evaluasi dan pemeriksaan terhadap institusi ditingkatan daerah Makassar atas tidak profesionalan mereka mengawal Kotak Kosong. Sekaligus Bawaslu harus berani melakukan teguran yang serius terhadap institusi-institusi lain yang bermain politik di Makassar, seperti Kepolisian.

Menjelang pengumuman hasil akhir, tanggal 6 Juli 2018, penting untuk masyarakat sipil melakukan pengawasan yang signifikan. Organisasi-organisasi warga harus tampil mengawasi kinerja KPUD dan Satgas Pilkada di Makassar. Terutama dalam distribusi hasil penghitungan ke tingkatan pusat di Makssar; Pelajaran dari Pilkada di Pati 2017, detik-detik tersebut adalah krusial untuk memanipulasi surat rakyat menjadi suara calon tunggal.

Kami menyakin bahwa Kotak kosong adalah salah satu jawaban dan sarana bagi demokrasi rakyat yang otentik.

Jakarta, 3 Juli 2018,

Untuk komunikasi lebih lanjut,
Haris Azhar, 081513302342
Iwan Nurdin, 081229111651