Pers Rilis
Polda Sulsel Melakukan Pemidanaan Illegal terhadap Pedagang Emas

Kami dari Lokataru, Kantor Hukum dan Hak Asasi Manusia, selaku kuasa hukum dari H. Amiruddin Bin. H. Lanafi yang dalam hal ini dituduh melakukan tindak Pidana Penambangan Liar di area PT. Freeport Indonesia oleh Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda Sulsel Kompol Trihanto Nugroho sebagaimana yang dikemukaan oleh kepada sejumlah wartawan media online, pada 13 September 2018.

Pernyataan saudara Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda Sulsel Kompol Trihanto Nugroho ke beberapa media mengatakan bahwa Klien kami merupakan bagian dari sindikat illegal mining adalah pernyataan yang tidak benar, menyesatkan dan tidak sesuai fakta.

Bahwa Pihak Kepolisian Polda Sulsel menjadikan Klien kami sebagai Tersangka atas dugaan melakukan tindak pidana pertambangan dalam hal menampung atau memanfaatkan atau menjual mineral yang bukan pemegang IUP sebagaimana dalam Pasal 161 jo Pasal 158, 164 UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan Kepolisian Polda Sulsel juga mengklaim Klien kami sebagai pelaku dari sindikat penambang emas illegal di area PT. Freeport Indonesia di Timika. Sedangkan, faktanya, Klien kami merupakan penjual-beli emas yang resmi dan memiliki toko emas yang terdaftar secara resmi di Makassar serta di Timika, dan tidak sedikitpun Klien kami pernah bersentuhan dengan sektor pertambangan karena Klien kami hanya membeli emas pada toko emas resmi di Timika. Sehingga, Klien kami bukan merupakan bagian dari sindikat penambang emas illegal di Timika. sampai saat ini pihak Polda Sulsel tidak pernah bisa menunjukan dimana kaitan antara Sdr. Amir dengan penambang liar atau penadah.

Lebih jauh, penangkapan yang dilakukan oleh Penyidik Polda Sulsel tidak sesuai hukum yang diatur dalam Perkap Polri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Penyidik menangkap Klien kami di Bandara Sultan Hasanuddin tanpa Surat Penangkapan dan Surat Tugas, disamping itu, Klien kami ditangkap saat Klien kami belum ditetapkan ditetapkan sebagai Tersangka. Saat dibawa ke kantor Polisi, Polda Sulsel, Sdr. Amir diperiksa sebagai saksi. Hal ini menunjukan bahwa Polisi melakukan tindakan pemaksaan terhadap saksi. Padahal sebelumnya, Sdr. Amir tidak pernah dipanggil sebagai saksi.

Dalam penangkapan, juga dilakukan penyitaan terhadap Emas yang dibawa oleh Sdr. Amir tanpa diberikan surat penyitaan.

Penetapan Tersangka terhadap Klien kami oleh Penyidik Polda merupakan tindakan yang tidak sah dan bertentangan dengan Kitab Undang-Undangn Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta Perkap Polri No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, karena Klien kami ditetapkan sebagai Tersangka oleh Penyidik Polda Sulsel tanpa dilakukannya Gelar Perkara.

Klien kami diperas oleh oknum Penyidik Polda Sulsel untuk membeli tiket ke Timika dan penginapan untuk 6 orang Polisi, dengan dalih kaitan kasus ini. Hal ini jelas bahwa terjadi pemerasan, sekaligus aneh, apa keperluan 6 penyidik sampai ke Timika, padahal dalam surat tugas yang kami dapati kemudian, ternyata penyidik hanya 2 orang.

Apabila Kepolisian menganggap Klien kami sebagai Tersangka penambang emas illegal di Timika, maka seharusnya Polda Sulsel tidak berwenang dalam kasus ini karena bukan wilayah kerja/yurisdiksi dari Polsa Sulsel sebab tempat kerjadian perkara berada di Timika.

Sudah lebih dari dua Minggu kami melayangkan surat permohonan Gelar Perkara kepada Kapolda Sulsel atas kasus ini. Sampai saat ini kami belum mendapatkan jawaban. Sementara Sdr. Amir tetap diminta wajib lapor dan masih mendapatkan intimidasi untuk mencabut Laporan Istrinya ke pihak Propam Polda Sulsel atas tindakan Pemerasan.

Kami meminta agar Polda Sulsel segera menonaktifkan Kompol Trihanto Nugroho selaku Kasubdit IV Ditreskrimsus Polda Sulsel karena kami melihat ada ketidak profesionalan pada dirinya dalam tugas pemolisian terutama sebagai penyidik dan pejabat Polri. Kami juga mendesak agar, pertama, Propam Polda Sulsel segera merampungkan Pemeriksaan atas tindak pemerasan; kedua, meminta Polda Sulsel agar segera membuat Gelar Perkara atas kasus Sdr. Amir.

Demikian yang dapat kami sampaikan,
Jakarta, 14 September 2018

Haris Azhar, SH., MA.
Lokataru, Kantor Hukum dan Hak Asasi Manusia