Lonjakan tajam kasus positif COVID-19 yang sedang melanda Indonesia kontan membuat kelompok lanjut usia makin was-was. Terhitung pada 14 Juli 2021, kasus positif harian kembali memecahkan rekor baru dengan angka 54.517 kasus, ditambah dengan positivity rate yang juga tinggi. Ini berdampak pada fasilitas kesehatan yang perlahan kolaps: bed occupancy rate rumah sakit tinggi, stok oksigen yang menipis, dan adanya pasien positif yang terpaksa terlantar karena kapasitas yang tak lagi sanggup menampung.
Seperti yang diketahui, lansia dan pengidap komorbid adalah mereka yang paling rentan terhadap risiko kematian jika terpapar wabah. Dalam situasi faskes yang kolaps, risiko kematian lansia akibat terpapar COVID-19 kini tidak lagi hanya disebabkan oleh gejala berat, tapi juga karena fasilitas kesehatan yang semakin terbatas jumlahnya sehingga dapat berakibat pada terlambatnya penanganan pasien lansia.
Data Satgas COVID-19 per 14 Juli masih menunjukan bahawa persentase kematian kelompok usia 60 tahun ke atas masih paling tinggi (49,1 persen) sejak pandemi diumumkan masuk Indonesia awal Maret tahun lalu. Berbanding terbalik, vaksinasi tahap II yang menyasar lansia sebagai prioritas vaksinasi justru angkanya masih rendah dari sasaran awal sebesar 21.533.118 jiwa. Hingga tanggal 14 Juli 2021 angkanya masih di bawah 50 persen, baik suntikan dosis pertama (23,93 persen/ 5.157.397 jiwa) maupun kedua 14,57 persen/3.140.897 jiwa).
Angka tersebut masih sangat jauh dari target sasaran awal pemerintah yang menargetkan 90 persen lansia telah mendapat vaksinasi dosis pertama paling cepat di akhir Juni lalu. Tahap II vaksinasi sendiri telah dimulai sejak pekan ketiga Februari lalu.
Situasi pandemi terkini yang makin tidak bisa dikontrol pemerintah dan masih rendahnya angka vaksinasi tentu mengancam lansia. Kelompok yang rentan bergejala berat hingga berakibat kematian seharusnya diprioritaskan sejak awal oleh pemerintah untuk mendapatkan vaksin. Hal tersebut diharapkan dapat menekan angka kesakitan hingga kematian akibat wabah. Tahap II vaksinasi yang dijalankan paralel bersama pejabat publik hanya menjadi salah satu dari sekian faktor lambatnya vaksinasi lansia. Inkonsistensi prioritas vaksinasi seperti hanya meningkatkan ancaman terhadap mereka yang paling rentan.
Laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO) per 5 Juli 2021 mengatakan bahwa 3 provinsi dengan jumlah vaksinasi rendah pada kelompok lansia adalah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang merupakan provinsi dengan jumlah lansia terbanyak.
Tidak bisa tidak, vaksinasi lansia mesti terus dikebut pemerintah sesuai target awal. Pemerintah perlu mempermudah akses vaksinasi lansia. Pemerintah wajib menggunakan metode jemput bola, terutama bagi lansia yang mobilitasnya terbatas akibat kondisi fisik maupun aspek ekonominya untuk menjangkau fasilitas vaksinasi.
Masih adanya lansia yang enggan divaksin karena khawatir akan efek samping seharusnya mendorong pemerintah untuk lebih gencar mensosialisasikan keamanan vaksin yang digunakan pada lansia. Ini dapat didorong dengan transparansi terkait data kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI), dan dengan seterang mungkin menerangkan apa saja langkah yang bisa ditempuh mereka yang mengalami efek samping vaksin. Lebih dari itu, seluruh level pemulihan KIPI pun wajib ditanggung pemerintah tanpa terkecuali. Sebaliknya, rendahnya transparansi KIPI, dan ketidakjelasan nasib mereka yang mengalami efek samping vaksin dapat membuat lansia terus menerus ragu untuk divaksin.
Tak sampai disitu, pemerintah masih perlu memberikan pemahaman bagi lansia untuk tetap mengikuti protokol kesehatan meski telah divaksin. Pemerintah wjib menyediakan informasi untuk tetap patuh prokes dan pemahaman pada mereka bahwa vaksin bukan satu-satunya cara menghalau terjangan virus.
Mengabaikan keselamatan lansia berarti melanggar hak atas kesehatan mereka yang telah dijamin dalam Pasal 5 Ayat (2) dan Pasal 14 UU 13/1998 tentang Kesejahteraan Lansia. Jika target vaksinasi lansia terus molor, apalagi cangkupan vaksinasi kini makin luas, dikhawatirkan jaminan vaksin lansia makin terbengkalai. Kemenkes sebagai penanggung jawab program vaksinasi jangan setengah hati untuk mengurus para sepuh untuk segera mendapatkan vaksin.
Pasal 8 Ayat 3 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi COVID-19 tegas menyebut lansia termasuk daftar prioritas vaksinasi, bukan influencer, bukan pejabat publik, dan kelompok berpunya. Namun, rendahnya angka vaksinasi lansia yang dibarengi dengan ‘pesta’ vaksin di kalangan masyarakat berada menambah satu lagi inkonsistensi Kemenkes dalam mengelola program vaksinasi. Jangan sampai harapan lansia untuk melawan pandemi cuma berakhir di peraturan saja tanpa realisasi.
Lokataru Foundation