*Direktur Eksekutif Lokataru Foundation
Paska kebijakan tutup buka ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan minyak goreng, pemerintah menjanjikan untuk melakukan audit perkebunan sawit. Apakah ide audit ini hanya akan menyentuh aspek minyak goreng dan minyak sawit mentah semata. Atau ini adalah langkah pemutihan terselubung dari kelamnya bisnis perkebunan sawit yang banyak mendapatkan perlawanan dan kritik masyarakat. Karena itu meluruskan audit penting didorong.
Saat ini terkait dengan audit tersebut, penting memastikan proses mementukan siapa pelaksana, komponen audit, bagaimana penyelenggaraan, dan tujuan audit dapat secara sistematis bertujuan mengarahkan wujud dari tranformasi industri perkebunan akibat dari audit ini ke depan. Karena itu, rencana audit ini tidak boleh menafikan pembahasan menyeluruh dalam bentuk partisipasi pubik yang luas. Ujung dari audit ini adalah lahirnya perkebunan sawit yang akuntabel.
Hemat penulis, untuk menjamin otoritas dan legitimasi dari audit perkebunan sawit, kelembagaan pelaksana audit ini sebaiknya diselenggarakan oleh sebuah tim yang disahkan oleh Keputusan Presiden dan anggotanya terdiri dari pejabat pemerintah setingkat menteri, serikat petani sawit, serikat buruh perkebunan sawit, akademisi, komisi pencegahan korupsi dan kepolisian.
Komponen Audit
Beberapa komponen penting dan wajib dalam melakukan audit perkebunan sawit dapat dipetakan ke dalam beberapa hal. Pertama, audit komponen keagrariaan. Proses audit dapat dimulai assessment pelaksanaan hukum UUPA, UU Perkebunan, UU Kehutanan. Audit ini akan mendapatkan gambaran dasar profil perusahaan sawit, berapa luas, lokasi perusahaan, jenis hak dan jangka waktu dan juga jenis tumpang tumpang tindih klaim atas tanah di atasnya. Dengan memperoleh gambaran ini, setidaknya publik dapat memperoleh gambaran nyata situasi ketimpangan kepemilikan dan jenis sengketa tanah di atas perkebunan sawit selama ini.
Kedua, audit lingkungan. Ini adalah komponen untuk menilai perkebunan sawit menilai pelanggaran, kerugian dan keberpihakan lingkungan perkebunan sawit. Penilaian lingkungan akan memperoleh gambaran perubahan lanskap perkebunan yang telah dan sedang dibangun saat ini. Jika kita melihat hampir seluruh perkebunan sawit berasal dari pelepasan kawasan hutan maka sejumlah hal detail seperti tidak membakar hutan, mengecualikan konversi hutan alam, mengecualikan lahan gambut, mengecualikan sempadan sungai atau larangan berada di pulau kecil penting ditegakkan. Selain itu, untuk menilai dari sisi lingkungan, audit ini dapat mempercepat jalan penyelesaian keterlanjuran sawit di dalam kawasan hutan yang saat ini terjadi.
Ketiga, aspek ekonomi. Mengalir kepada siapakah keuntungan raksasa dari perkebunan sawit kita selama ini. Komponen ini penting untuk dihitung. Sebab, meskipun petani sawit memperoleh pendapatan yang cukup baik, namun level kesejahteraan petani ini tidak dapat disebut sebagai peningkatan yang menakjubkan. Apalagi penetapan harga tandan buah segar yang diterima petani sawit sebenarnya banyak mensubsidi biaya di luar petani khususnya pabrik kelapa sawit.
Keempat, komponen sosial budaya. Meningkatnya petani secara swadaya mengkonversi tanaman perkebunan mereka selain sawit bahkan sawah menjadi kebun sawit. Ini memperlihatkan bahwa permintaan global dan harga yang baik telah mendorong petani beralih kepada komoditas ini. Ini juga menandakan bahwa investasi dan dukungan negara kepada komoditas kebun dan pangan lainnya tidak berkembang. Selain perubahan budaya pertanian, situasi semacam ini akan membuat ketergantungan kepada salah satu produk akan menciptakan kerentanan jika harga jatuh. Selain itu, ketergantungan pangan sentra produksi sawit dari pasokan luar daerah.
Kelima, komponen perpajakan. Penerimaan pajak negara yang disumbangkan oleh sawit dan retribusi sawit sangat besar. Namun, apakah penerimaan pajak dan retribusi daerah tersebut telah mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Selain itu, besarnya hasil pajak dan retribusi tersebut memberi dampak pada langsung pada petani, wilayah perkebunan dan pemerintah daerah setempat. Komponen ini akan menghasilkan penilaian tentang transparansi perpajakan dan sistem yang lebih adil bagi daerah penghasil dan petani sawit.
Terakhir, komponen ketanagakerjaan. Meski perkebunan sawit memiliki klaim penyerapan jumlah tenagakerja yang besar, namun jenis pekerjaan, pencatatan tenaga kerja dan perlindungan sosial bagi mereka tidak tersedia dengan memadai. Karena itu, suara buruh perkebunan khususnya buruh harian lepas dan buruh perempuan tidak banyak mendapatkan tempat dalam industri ini. Situasi semacam ini penting untuk menjamin standar perburuhan kebun yang menghormati hak asasi manusia ditegakkan.
Transformasi Perkebunan
Jika komponen audit tersebut dilakukan dan dilakukan dengan benar dan terbuka maka peta akan tercapai akuntabilitas perkebunan sawit dengan standar yang tinggi dan menyeluruh. Selain itu, peta jalan perbaikan industry perkebunan sawit dapat dipahami oleh publik dan diawasi dengan benar dan menyeluruh.
Perbaikan tersebut setidaknya akan mengarahkan rencana besar pembangunan pertanian kita bahwa kepemilikan perkebunan, pertanian secara gradual berganti rupa menjadi badan usaha modern milik petani, desa dan masyarakat adat dalam wujud koperasi.
Dari titik inilah, kita sebaiknya memberikan peluang besar tentang Hak Guna Usaha industri perkebunan. Sebab, telah lama dilupakan bahwa di dalam UUPA No.5/1960 pada Pasal 12 dan 13, menguraikan, pemberian hak atas tanah bagi lapangan usaha seperti HGU memprioritaskan kepada lapangan usaha bersama, gotong royong, untuk mencegah monopoli tanah dan penghisapan manusia atas manusia.