SIARAN PERS

Jakarta, 15 Agustus 2025 – Menanggapi kesepakatan Pemerintah Indonesia dan Malaysia untuk membangun Community Learning Center (CLC) atau sekolah alternatif di Semenanjung Malaya, Sabah, dan Sarawak, Lokataru Foundation menyampaikan sejumlah rekomendasi penting agar inisiatif ini benar-benar memberikan dampak nyata bagi kelompok anak yang paling rentan.

Sekolah alternatif bukanlah hal baru di Malaysia. Selama ini, sekolah-sekolah tersebut umumnya diperuntukkan bagi anak-anak tanpa dokumen atau kewarganegaraan (stateless). Ribuan anak keturunan Indonesia, terutama anak pekerja migran, tidak dapat mengakses pendidikan formal maupun perlindungan negara, dan kerap menghadapi diskriminasi. Berdasarkan estimasi Departemen Statistik Malaysia, pada 2024 terdapat sekitar 371.100 anak tanpa kewarganegaraan di Sabah.

Ketiadaan akses pendidikan formal mencerminkan kegagalan negara dalam memberikan kesempatan yang setara bagi semua anak. Kondisi ini memicu lahirnya sekolah-sekolah alternatif yang digagas oleh aktivis dan mahasiswa sebagai upaya kolektif menyediakan ruang aman untuk memperoleh hak pendidikan yang mendasar.

Lokataru Foundation telah mengunjungi salah satu sekolah alternatif di Kampung Teluk Layang, Kota Kinabalu, Sabah yang dibentuk oleh Borneo Komrad, sebuah gerakan anak muda yang berfokus pada advokasi sosial. Kami menemukan berbagai tantangan serius, antara lain: intimidasi, penangkapan aktivis dan anak-anak tanpa kewarganegaraan, upaya perobohan sekolah alternatif, serta pelarangan organisasi Borneo Komrad meskipun telah terdaftar secara sah.

Hingga kini, anak-anak tanpa kewarganegaraan di Malaysia hidup dalam ketidakpastian, tanpa komitmen yang memadai dari pemerintah Malaysia–Indonesia untuk menyelesaikan masalah ini.

Oleh karena itu, terlepas dari niat baik kedua pemerintah, kami menekankan enam langkah yang harus menjadi prioritas agar inisiatif CLC benar-benar memberi manfaat:

  1. Perlindungan bagi pejuang hak anak dan komunitas rentan. Pemerintah Indonesia perlu mendorong Pemerintah Malaysia memberikan perlindungan hukum penuh bagi aktivis dan komunitas anak stateless agar bebas dari diskriminasi, intimidasi, dan kriminalisasi.
  2. Pengakuan terhadap sekolah alternatif yang ada. Pemerintah Indonesia perlu mendorong Pemerintah Malaysia untuk mengakui dan mendukung sekolah-sekolah alternatif yang telah berdiri.
  3. Pemenuhan hak di luar sektor pendidikan. Pemerintah Indonesia perlu mendesak Pemerintah Malaysia mengatasi hambatan akses layanan kesehatan, mobilitas, pekerjaan layak, serta kerentanan terhadap eksploitasi yang dialami anak-anak stateless.
  4. Penyediaan ruang aman dan inklusif. Pemerintah Indonesia–Malaysia harus menjamin anak-anak stateless dapat hidup tanpa stigma, pengucilan, atau perlakuan diskriminatif.
  5. Jaminan keamanan CLC yang baru. Memastikan CLC yang dibangun melalui kerja sama bilateral bebas dari penghalangan dan menjadi ruang belajar yang aman.
  6. Penyelesaian masalah kewarganegaraan. Mendesak Pemerintahan Indonesia–Malaysia menyelesaikan masalah statelessness yang sudah berlangsung lama agar anak-anak dapat mengakses haknya secara penuh.

Kami mendesak pemerintah Indonesia untuk mengawal ketat implementasi kesepakatan ini dan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil berlandaskan pada kepentingan terbaik anak, sesuai Konvensi Hak Anak PBB dan Undang-Undang Perlindungan Anak.

 

Delpedro Marhaen

Direktur Eksekutif Lokataru Foundation