(Selasa, 6 Agustus 2018). Puluhan pekerja korban PHK dan ‘furlough’ sepihak PT Freeport Indonesia (PT FI) hari ini mendatangi langsung kantor Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) pukul 10.15 WIB di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Maksud dan tujuan kedatangan mereka
adalah memohon dukungan serta bantuan kepada KWI agar turut berpartisipasi menyuarakan keluhan-keluhan yang mereka alami sebagai korban PHK dan ‘furlough’ sepihak PT FI. Mereka datang jauh dari Timika mewakili sekitar 8300 pekerja PT FI yang hilang hak-haknya, termasuk diantaranya pernah mengalami penganiayaan dan perlakuan tidak manusiawi dari oknum aparat Negara.
Kedatangan mereka disambut oleh Romo Suprianus H., Sekretaris Eksekutif sekaligus menjabat Direktur KWI, yang kemudian membuka pertemuan dengan gambaran umum dan sejarah tentang kantor KWI. Selanjutnya Nurkholis Hidayat dari Lokataru menyampaikan masalah-masalah yang dialami para pekerja korban PHK dan ‘furlough’ sepihak PT FI, diantaranya mereka di-PHK tanpa ada kepastian hukum dan dibiarkan begitu saja sejak bulan Mei 2017, hingga hari ini sudah ada 30 orang meninggal dunia lantaran BPJS Kesehatan mereka dinonaktifkan, anak-anak mereka putus sekolah dan rumah tangga pun hancur akibat PHK sepihak tersebut, bahkan beberapa orang dikriminalisasi sampai pemenjaraan.
Marthen Mote selaku koordinator rombongan yang berangkat dari Timika menuju Jakarta, turut menyampaikan masalah PHK dan ‘furlough’ sepihak PT FI serta upaya-upaya yang sudah ditempuh dalam memperjuangkan kembali hak-hak para korban, mulai dari tingkat daerah kabupaten dan provinsi, sampai ke kementerian dan Istana Negara, namun sampai saat ini belum ada titik terang mengenai tindak lanjut maupun penyelesaian masalah yang mereka alami. Ia berharap melalui KWI aspirasi mereka dapat diteruskan kepada dinas-dinas kementerian terkait, antara lain yaitu permohonan dipekerjakan kembali oleh PT FI, apabila permohonan tersebut ditolak maka setidaknya hak-hak mereka dapat dipenuhi atau diberikan sesuai dengan aturan dan norma hukum Undang-Undang Ketenagakerjaan dan peraturan perundang-undangan lain yang terkait.
Kemudian Julius Mairuhu menambahkan, sebagai masyarakat asli Papua dirinya terharu dan kecewa atas kejadian yang menimpanya bersama para korban PHK dan ‘furlough’ lainnya yang menggelar aksi pada bulan Agustus 2017 di jalur akses menuju area penambangan Grassberg. “Para pekerja yang beragama Muslim sedang sholat maghrib dan dibubarkan secara paksa dengan senjata ‘water cannon’ dari arah barisan anggota Brimob. Ada pihak yang bilang ini pelanggaran HAM, setingkat diatasnya yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan, kalo kami menilai Negara sudah melecehkan anak bangsanya sendiri demi kepentingan investasi dan bisnis”, lanjutnya. Senada dengan hal itu, Napolean Korwa dan Obed membenarkan apa yang disampaikan oleh Julius Mairuhu.
Napoleon Korwa, salah satu korban diskriminasi mengatakan bahwa ia pernah ditahan selama 7 bulan oleh pihak kepolisian. Ia menambahkan bahwa aksi mogok kerja mereka selama 1 tahun 5 bulan dinyatakan tidak sah oleh Negara, padahal sebagai kelompok buruh, mogok kerja adalah salah satu alat perjuangan mereka yang diakui dalam UU Ketenagakerjaan. “Kami ini datang jauh dari timur untuk menyatakan sikap kami bahwa PT FI selalu berdalih orang papua tidak kena PHK, tapi inilah kami yang hadir orang papua harus menunjukkan jati diri kami sebagai korban PHK dan ‘furlough’’, tegasnya. Kemudian terkait efisiensi perusahaan dengan pemberlakuan strategi ‘furlough’, ia bersama teman-teman dari Papua dan sebagian di luar itu yang hadir di Jakarta meminta kepada Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri untuk tegas dalam menafsirkan ‘furlough’ sebagaimana definisi ini tidak dijamin dalam UU Ketenagakerjaan, namun kenapa tersebut dapat diberlakukan.
Terakhir Romo Suprianus menyampaikan keprihatinannya terhadap peristiwa yang menimpa banyak korban ini akibat PHK dan ‘furlough’ sepihak dari PT FI. Ia berusaha akan bersinergi dengan berbagai pihak maupun lembaga-lembaga lain untuk menyampaikan aspirasi para korban PHK dan ‘furlough’ sepihak PT FI, termasuk partisipasi berupa seruan moral kepada pemangku kebijakan agar bertanggung jawab atas semua rentetan permasalahan yang dialami para korban ini. Ia menambahkan bahwa ia akan mengkonsultasikan terlebih dahulu dengan sejumlah pihak dalam KWI untuk memberikan keputusan strategis terkait maksud dan tujuan serta permohonan perwakilan para korban yang hadir dalam pertemuan hari ini. Ia berharap apabila keterlibatan pihak KWI dapat dimaknai sesuai dengan jalur dan kewenangan masing-masing. kemudian Nurkholis selaku Kuasa Hukum para korban menyampaikan data dan dokumentasi secara terpisah di akhir pertemuan.
Jakarta 06/08/18
KWI (Konfederasi Wali Gereja Indonesia)
Jl. Cut Meutia No 10 RT 04 RW 09 Menteng Jakarta Pusat